Redenominasi rupiah akan memberi manfaat besar jika dijalankan dengan hati-hati dan disertai literasi publik yang kuat,” ujar ekonom Wijayanto Samirin saat memaparkan pandangannya terkait kebijakan pemerintah.

SUPERSEMAR NEWS – JAKARTA.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai pemerintah harus menyiapkan dana besar hingga Rp5 triliun jika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tetap melanjutkan rencana redenominasi rupiah.

Langkah penyederhanaan nominal uang tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029, yang juga mencantumkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah sebagai agenda prioritas nasional.

“Redenominasi rupiah bukan sekadar penyederhanaan angka, tapi langkah strategis memperkuat kepercayaan publik terhadap stabilitas ekonomi nasional,” ujar Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa kepada Awak Media di Jakarta.

Biaya Redenominasi Capai Rp5 Triliun

Menurut Wijayanto, redenominasi memang membawa manfaat reputasional dan efisiensi transaksi, tetapi juga menuntut biaya besar.

“Pemerintah perlu mengeluarkan sekitar Rp4–5 triliun untuk mencetak uang baru, termasuk biaya sosialisasi dan literasi publik,” ujarnya kepada Media, Minggu (9/11/2025).

Selain biaya, proses pergantian mata uang baru juga membutuhkan waktu panjang agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Dampak Inflasi dan Psikologis Masyarakat

Secara teori, redenominasi tidak akan memengaruhi inflasi, daya beli, atau nilai tukar rupiah. Namun, Wija menegaskan, efek psikologis masyarakat bisa mendorong kenaikan harga dalam jangka pendek.

“Setelah redenominasi, masyarakat merasa harga lebih murah, sehingga konsumsi meningkat. Dampaknya, harga barang bisa naik sementara,” tuturnya.

Fenomena ini, lanjut dia, lazim terjadi dalam studi behavioral economics, di mana persepsi nilai uang baru bisa memicu aktivitas belanja lebih tinggi.

Tantangan: Penolakan Pemilik Uang Lama

Wijayanto juga menyoroti potensi resistensi dari kelompok pemilik uang tunai dalam jumlah besar (old money) yang diperoleh secara ilegal.

“Mereka akan rugi karena uangnya turun nilai, sehingga bisa jadi mereka mengalihkan isu dengan mendorong wacana tax amnesty jilid III atau family office,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika dilakukan dengan transparan dan tegas, redenominasi justru bisa menekan ekonomi bawah tanah (underground economy) dan mengurangi potensi korupsi.

Target Rampung 2027

Dalam dokumen PMK 70/2025, Kementerian Keuangan menargetkan RUU Redenominasi rampung pada 2026 atau paling lambat 2027.

RUU ini disebut memiliki urgensi strategis untuk:

  • Mendorong efisiensi ekonomi nasional,
  • Menjaga stabilitas nilai rupiah,
  • Meningkatkan kredibilitas mata uang Indonesia di kancah internasional.

Seluruh proses penyusunan dan implementasi RUU Redenominasi berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu.

Kesimpulan

Rencana redenominasi rupiah menjadi langkah besar yang tidak hanya menyangkut teknis moneter, tetapi juga persepsi publik dan stabilitas ekonomi nasional.
Jika dijalankan hati-hati dan disertai edukasi masif, kebijakan ini dapat menjadi momentum memperkuat citra rupiah di tingkat global sekaligus mendorong tata kelola ekonomi yang lebih efisien.

SupersemarNewsTeam
Reporter : R/Rifay Marzuki