
Kritik Tajam, Kronologi Kekacauan, Risiko Teknis, dan Tuntutan Reformasi Total BGN
SUPERSEMAR NEWS – JAKARTA — Polemik terkait kasus keracunan dalam Program MBG kembali memanas setelah Nasrudin Tueka, Ketua Dewan Penasehat HPSMI, melayangkan kritik keras terhadap pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) yang dinilai menyesatkan publik dan mengaburkan akar persoalan.
Dalam pesan tertulisnya kepada Rifay Marzuki, Dewan Pembina Supersemar News, pada Senin (17/11/2025) pukul 22:51 WIB, Nasrudin menilai Kepala BGN gagal memahami mandat lembaganya sendiri, bahkan mengalihkan kesalahan ke petani sebagai pihak yang paling rentan.
Pernyataan Kepala BGN Dinilai Blunder Strategis
Kepala BGN sebelumnya menyebut keracunan MBG dipicu teknik budidaya petani dan penggunaan pupuk nitrogen tinggi. Namun menurut Nasrudin, pernyataan itu menunjukkan absennya kapasitas analitik seorang pimpinan lembaga strategis nasional.
“Mengalihkan kesalahan ke petani adalah langkah analisis yang menyimpang. Monev pupuk, teknik budidaya, dan pengawasan hulu itu domain kementerian teknis, bukan tanggung jawab petani,” tegas Nasrudin.
Ia menyebut BGN justru gagal memastikan adanya kendali, pengawasan, dan evaluasi terhadap Kementerian Pertanian maupun Kementerian Lingkungan Hidup—dua lembaga yang menjadi pilar utama keamanan pangan nasional.
Pernyataan Kepala BGN, lanjutnya, hanya menambah kekacauan persepsi publik dan menutupi kelemahan desain program.
Konteks Global: Isu Keamanan Pangan Indonesia Sudah Lama Terdeteksi
Nasrudin juga mengingatkan bahwa isu kontaminasi pangan Indonesia bukan fenomena baru. Ia menyebut tiga temuan negara asing yang seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah:
- 1990 – Jepang menemukan ikan dari Bali mengandung merkuri.
- 1990 – Jepang kembali menemukan sayur dataran tinggi Batu, Malang, memiliki konsentrat natrium tinggi.
- 2025 – Amerika Serikat melaporkan komoditas perikanan Indonesia mengandung bahan kimia berbahaya.
Petani Tidak Layak Dijadikan Kambing Hitam
Menurutnya, temuan tersebut dapat berkaitan dengan dinamika geopolitik global atau standar perdagangan internasional, namun tidak pernah menjadi alasan untuk menyalahkan petani sebagai sumber masalah.
Nasrudin menegaskan bahwa rantai produksi pangan adalah sistem kompleks yang melibatkan banyak pemangku kepentingan: mulai dari hulu produksi, pengolahan, fabrikasi media makanan, standar mutu, hingga distribusi.
“Jika ada keracunan, itu bukan karena petani, tetapi karena kegagalan sistem pengawasan negara,” katanya.
Ia menilai bahwa pemerintah semestinya mengakui cacat sistem dan memperbaikinya, bukan mencari pelampiasan politik kepada kelompok paling lemah.

Investigasi MBG: Mengurai Kekacauan Manajerial dari Hulu ke Hilir
Tim investigasi Supersemar News menelusuri rangkaian fakta lapangan, dokumen internal, serta kesaksian narasumber. Hasilnya menegaskan bahwa kegagalan MBG bukan akibat teknis, melainkan kegagalan manajemen strategis yang akut.
Di bawah ini adalah kronologi lengkap kekacauan MBG yang menghilangkan legitimasi klaim keberhasilan program tersebut.

KRONOLOGI LENGKAP KEGAGALAN MBG
1. Perencanaan (Tahun –6 hingga –3 bulan): Fondasi Runtuh
- Desain teknokratik dibuat tergesa.
- Tidak ada audit kebutuhan lapangan.
- Analisis risiko teknis absen.
- Proposal berbasis “proyek,” bukan “sistem.”
- Tidak ada blueprint SDM, SOP keselamatan, logistik, atau kendali mutu.
- Banyak daerah pelaksana tidak dilibatkan.
Dampak: Program lahir tanpa fondasi strategis yang benar.
2. Pengadaan & Distribusi (–3 bulan hingga Hari H): Kekacauan Terstruktur
- Pengadaan dilakukan sebelum SOP final terbit.
- Distribusi timpang: ada yang kekurangan, ada yang menerima tanpa petunjuk teknis.
- Barang dikirim tanpa pengecekan kelayakan.
- Audit internal BGN tidak hadir di lapangan.
Dampak: Kualitas bahan, penyimpanan, dan penanganan menjadi tak terkontrol.
3. Pelaksanaan (Hari H hingga +7 hari): Titik Rawan Kecelakaan
- SDM lapangan minim pelatihan.
- Petani hanya diberi “briefing satu lembar”.
- Tidak tersedia APD dasar.
- SOP keamanan tidak dikomunikasikan.
- Pengawasan BGN hampir tidak ada.
Dampak:
Insiden keracunan menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan.
4. Pasca Insiden (+1 minggu hingga +1 bulan): Respons Tidak Akuntabel
- Tidak ada konferensi pers resmi untuk mengakui kegagalan.
- Pernyataan publik justru menyalahkan “procedural error” di lapangan.
- Audit internal tidak dibuka ke publik.
- Tidak ada permintaan maaf kepada petani.
Dampak:
Kepercayaan publik anjlok, kesan menutupi kesalahan makin kuat.
5. Evaluasi Publik (Saat Ini): Fakta Tak Lagi Bisa Ditutupi
- Pengamat menemukan cacat desain program.
- Lembaga pemerintah lain mempertanyakan standar MBG.
- Tuntutan agar Kepala BGN meminta maaf semakin menguat.
Kesimpulan:
MBG gagal bukan karena faktor alam atau petani, tetapi karena cacat manajerial struktural.
ANALISIS RISIKO TEKNIS: Rangkaian Kegagalan Sistemik
1. Risiko Bahan – Tinggi
- Tidak ada uji standar kelayakan.
- Penyimpanan tidak sesuai standar.
- Distribusi tanpa kontrol.
Efek: Potensi bahan bereaksi salah atau mengandung kontaminan.
2. Risiko Penggunaan – Sangat Tinggi
- Petani tidak dilatih.
- Dosis dan metode aplikasi membingungkan.
- APD tidak tersedia.
Efek: Keracunan, gangguan pernapasan, iritasi kulit.
3. Risiko Lingkungan – Sedang–Tinggi
- Tidak mempertimbangkan karakteristik lahan berbeda.
- Risiko pencemaran air dan tanah meningkat.
Efek: Kerusakan ekologi jangka panjang.
4. Risiko Manajemen – Sangat Tinggi
- Tidak ada integrasi SOP pusat–daerah.
- Pengawasan minim.
- Target berbasis angka, bukan kualitas.
Efek: Kekacauan sistemik seperti yang terjadi sekarang.
5. Risiko Kepatuhan – Tinggi
- Banyak daerah tidak menerima dokumen resmi.
- Audit internal absen sebelum pelaksanaan.
Efek: Program berjalan tanpa fondasi legal-administratif.
Rekomendasi Nasruddin: Reformasi Total BGN
Nasrudin mengajukan empat langkah utama:
- Integrasi kendali pasokan pangan hulu–hilir.
- Penguatan sistem distribusi, standardisasi, dan kendali mutu.
- Evaluasi menyeluruh pejabat teknis program MBG.
- Kepala BGN harus berhenti mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan dan menyasar pihak yang salah.
Nasrudin menegaskan bahwa keberhasilan MBG hanya mungkin dicapai apabila negara memperbaiki sistem, bukan mencari kambing hitam.
KESIMPULAN EDITORIAL:
Akuntabilitas Publik Tidak Bisa Ditawar**
Semua temuan investigatif, kronologi, dan analisis risiko mengarah pada satu kesimpulan:
Program MBG gagal bukan karena petani, tetapi karena kegagalan desain, pengawasan, dan manajemen BGN.
Karena insiden telah menimbulkan korban, maka satu tindakan harus dilakukan:
Kepala BGN wajib menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada petani dan publik.
Permintaan maaf bukan tanda kelemahan, tetapi kewajiban moral lembaga negara. Setelah itu, BGN harus menjalani reformasi total untuk memastikan tragedi serupa tidak terulang.
SupersemarNewsTeam
Reporter : R/Rifay Marzuki
