
SUPERSEMAR NEWS – Finance – Jakarta — Pemerintah kini memasuki fase paling agresif dalam penegakan hukum perpajakan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa negara tidak akan mundur selangkah pun dalam mengejar 200 pengemplang pajak yang menunggak kewajiban fiskal hingga Rp60 triliun.
Dalam pernyataannya yang keras dan tanpa kompromi, Purbaya menyebut bahwa seluruh wajib pajak (WP) yang mengemplang negara harus bersiap menghadapi langkah penegakan hukum tanpa toleransi, termasuk penyitaan aset hingga penyanderaan pajak jika diperlukan.
“Mereka jangan main-main. Target kita jelas: Rp20 triliun harus masuk sebelum 2025 berakhir,” tegasnya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat.
Pernyataan itu bukan sekadar ancaman politik, melainkan indikator bahwa pemerintah bergerak memasuki zona penindakan maksimal terhadap para penunggak pajak yang selama ini dianggap menghambat penerimaan negara.
Realisasi Masih Minim: Baru Rp8 Triliun Terkumpul
Meski total kewajiban mencapai Rp60 triliun, hingga saat ini pemerintah baru berhasil menarik Rp8 triliun. DJP mengungkapkan bahwa lambatnya realisasi disebabkan oleh skema cicilan, kondisi pailit, hingga alasan kesulitan keuangan yang diajukan sebagian WP.
Namun, Purbaya menegaskan bahwa mekanisme tersebut bukan alasan bagi pemerintah untuk mengendurkan tekanan. Sebaliknya, Kemenkeu memperluas pendekatan penagihan, memperketat audit, dan mempercepat verifikasi aset.
“Ada yang bayar angsuran, ada yang kita kejar. Semua berjalan paralel dengan tekanan yang sama besar,” tegasnya.
Kondisi ini menggambarkan bahwa pemerintah kini tidak lagi sekadar bersandar pada pendekatan administratif, namun juga memperkuat tindakan represif untuk mendorong kepatuhan.
DJP Paparkan Hambatan Teknis: 91 Cicilan, 27 Pailit, 5 Alasan Sulit
Dalam paparan resmi, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan peta kendala di lapangan. Menurutnya, proses penagihan tidak sesederhana mengirim surat, tetapi melibatkan verifikasi hukum, keuangan, aset, hingga penelusuran pemilik manfaat (beneficial owner).
Berikut rincian hambatan DJP:
- 91 WP meminta angsuran, menyebabkan arus masuk lebih lambat.
- 27 WP dinyatakan pailit, sehingga penagihan harus mengikuti protokol kurator dan pengadilan.
- 5 WP mengaku kesulitan keuangan, yang harus diverifikasi sebelum langkah hukum diambil.
- 4 WP berada dalam pengawasan penegakan hukum.
- 5 WP menjalani asset raising.
- 29 WP masuk daftar pencegahan beneficial owner untuk memblokir akses aset.
- 1 WP dalam proses penyanderaan.
- 59 WP menjalani tindak lanjut tambahan.
Bimo menegaskan bahwa DJP kini menggunakan pendekatan kombinatif: administratif, hukum, digital, dan investigatif.
“Kami aktif menagih. Hambatan ada, tetapi setiap kasus sudah dipetakan dan ditangani sesuai instrumen hukum yang tersedia,” jelasnya dalam konferensi pers APBN KiTA.
Kemenkeu Siapkan Operasi Menyeluruh: Penyitaan, Pemblokiran, Hingga Penyanderaan
Untuk mempercepat penagihan, pemerintah meluncurkan operasi besar-besaran yang mencakup:
1. Pemblokiran Aset Beneficial Owner
Seluruh aset yang terhubung dengan pemilik manfaat WP diblokir agar tidak bisa dialihkan.
2. Penelusuran Aset Dalam dan Luar Negeri
Melalui kerja sama internasional, DJP menelusuri aset yang disembunyikan di negara lain.
3. Penyitaan dan Lelang Aset
Aset dengan nilai signifikan akan disita dan dilelang jika WP tidak kunjung melunasi kewajibannya.
4. Penyanderaan Pajak (Gijzeling)
WP yang tidak kooperatif dapat ditahan untuk memastikan proses penagihan berjalan.
5. Digitalisasi Penagihan
Dengan sistem digital baru, DJP memetakan aliran aset, transaksi besar, dan kepemilikan properti secara real-time.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah menempatkan perkara ini sebagai prioritas nasional, terutama dalam menjaga stabilitas APBN dan menutup celah kebocoran penerimaan negara.
Babak Baru Sistem Pajak: Negara Tidak Lagi Sopan terhadap Pengemplang
Langkah keras Purbaya mencerminkan perubahan paradigma besar dalam sistem perpajakan Indonesia. Jika sebelumnya pemerintah lebih banyak menggunakan pendekatan persuasif, maka kini negara memposisikan diri sebagai penegak hukum yang aktif, ofensif, dan tidak ragu bertindak.
Dengan target Rp20 triliun hingga akhir 2025, pemerintah optimistis bahwa percepatan penagihan akan memberikan dampak langsung terhadap penguatan APBN, pembiayaan pembangunan, dan stabilitas fiskal nasional.
Purbaya menutup dengan pernyataan yang menegaskan arah kebijakan baru ini:
“Ini soal keadilan fiskal. Yang patuh harus dihargai, yang bandel harus kita tindak.”
SupersemarNewsTeam
Reporter : R/Rifay Marzuki
