
SUPERSEMAR NEWS – Jakarta – Menteri Pertahanan (Menhan) RI sekaligus Menko Polhukam ad interim Sjafrie Sjamsoeddin menanggapi langkah sejumlah perwira tinggi TNI yang mendatangi Polda Metro Jaya terkait dugaan tindak pidana CEO Malaka Project, Ferry Irwandi.
Sjafrie Minta Klarifikasi ke Panglima TNI
Sjafrie menegaskan dirinya mengetahui kunjungan para jenderal TNI tersebut. Namun, ia menekankan bahwa hal itu menjadi ranah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
“Ya itu operasional, silakan ke Panglima TNI yang menangani operasional. Kalau soal kebijakan nasional, baru tanya ke saya,” kata Sjafrie di Kantor Kemenko Polhukam, Senin (9/9).
Menurut Sjafrie, terdapat pembagian kewenangan jelas antara menteri dengan Panglima TNI. Ia menambahkan, dirinya hanya menyaksikan langkah itu melalui siaran televisi.
TNI Konsultasi ke Polda Metro
Sehari sebelumnya, sejumlah perwira TNI mendatangi Polda Metro Jaya untuk berkonsultasi mengenai dugaan tindak pidana oleh Ferry Irwandi.
Mereka antara lain Dansatsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom TNI Mayjen Yusri Nuryanto, dan Kapuspen TNI Brigjen Freddy Ardianzah.
“Kami temukan beberapa fakta dugaan tindak pidana dari patroli siber. Karena itu kami konsultasi ke polisi,” kata Sembiring, Senin (8/9).
Ia juga mengaku sempat mencoba menghubungi Ferry, namun tidak mendapat respons.
Ferry Bantah dan Siap Jalani Hukum
Melalui akun Instagram pribadinya, Ferry Irwandi membantah tuduhan tersebut. Ia menyatakan siap menghadapi proses hukum jika diperlukan.
“Kalau tindakan ini dianggap bikin saya takut, tidak. Kalau memang mau diproses hukum, ya kita jalani bersama,” ujar Ferry.
Ferry juga membantah klaim TNI bahwa dirinya tidak bisa dihubungi. Menurutnya, ia tidak pernah menerima pesan atau panggilan dari pihak TNI.
Kritik dari Masyarakat Sipil
Langkah TNI tersebut menuai kritik dari berbagai kelompok masyarakat sipil, termasuk Imparsial, Setara Institute, dan Amnesty International Indonesia.
Koalisi masyarakat sipil menilai tindakan TNI di luar kewenangannya serta berpotensi menimbulkan militerisasi ruang siber. Mereka meminta kepolisian tidak memproses laporan TNI terhadap Ferry maupun aktivis lainnya.
“Pelibatan TNI dalam pemantauan aktivitas sipil dapat mengancam demokrasi dan negara hukum,” bunyi pernyataan koalisi, Selasa (9/9).
Sementara itu, Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, menilai tindakan Dansatsiber TNI tidak patut. Ia mendesak Panglima TNI dan Menhan segera mengoreksi langkah tersebut.
Baca juga berita terkait:
SupersemarNewsTeam
Reporter: R/Rifay Marzuki


 
	 				 
	 				 
	 				